"Tanda orang-orang munafik itu
ada tiga keadaan. Pertama, apabila berkata-kata ia berdusta. Kedua, apabila
berjanji ia mengingkari. Ketiga, apabila diberikan amanah ia
mengkhianatinya" (HR. Bukhari dan Muslim). Entah kenapa setiap mendengar
kata "Demi Allah', jiwa ini selalu bergetar.
Tidak mengherankan, karena sumpah
adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan, apalagi garansinya dikaitkan
dengan nama Allah Yang Mahaagung. Sayangnya, kita masih melihat orang yang
begitu mudah mengucapkan sumpah, dan begitu mudah pula mengkhianatinya.
Demikian pula yang terjadi di negara kita, seorang pejabat terlihat begitu
mudah melakukan penyelewengan padahal sebelum diamanahi suatu tugas ia disumpah
terlebih dulu. Sebuah sumpah bisa mengandung banyak konsekuensi. Karena itu,
kegigihan untuk memenuhi janji adalah sebuah kehormatan.
Sebaliknya kegagalan memenuhi janji
dengan disengaja tentunya menunjukkan tanda kemunafikan kita. Oleh karena itu,
kita harus berhati-hati di dalam berjanji dan bersumpah. Sumpah yang tergolong
berat adalah sumpah jabatan. Kita sering mendengar bagaimana para pejabat
disumpah untuk tidak menerima apapun yang tidak sah berkaitan dengan
jabatannya. Bila ia tidak serius mengamalkan sumpahnya tersebut, maka ia
dikategorikan seorang pengkhianat. Hal lain adalah sumpah yang sering diucapkan
tatkala pernikahan. Karena itu, berjuanglah sekuat tenaga untuk menjaga kualitas
akad kita tersebut.
Begitu pula dengan iklan. Sumpah
yang diucapkan bisa dikategorikan palsu tatkala apa yang didengungkan tidak
sesuai dengan kualitas produk sebenarnya. Bila kita menjadi pelakunya, kita
sesungguhnya telah menipu pembeli dan sekali-kali untung yang diperoleh tidak
akan berkah. Saudaraku, alangkah baiknya apabila kita tidak mudah mengobral
sumpah dan janji, karena semua itu harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah
SWT. Dalam sebuah Hadisnya Rasulullah SAW mengungkapkan tiga ciri orang
munafik. Pertama, bila berbicara selalu dusta. Kedua, kalau berjanji selalu
mengingkari. Dan ketiga, kalau diberi amanat ia khianat.
Kalau kita ingin tahu siapa diri
kita, caranya mudah sekali! Berapa banyak dusta yang keluar dari mulut kita,
berapa banyak tipu muslihat yang keluar dari mulut kita. Hati-hati saudaraku
jangan sampai kita menjadi seorang pendusta. Berkaitan dengan ciri kemunafikan
yang pertama. Kita harus berhati-hati terhadap dusta termasuk yang kecil
sekalipun. Jangan sampai untuk bergurau saja kita berdusta, untuk menceritakan
film saja kita berdusta agar terlihat lebih seru. Atau sedang ceramah, supaya
kita terihat lebih pandai. ''Di dalam kita anu disebutkan...'' Padahal kita
tidak tahu isi kitab tersebut. Saudaraku hindarilah dusta sekecil apapun, walau
hanya pada anak kecil.
Jagalah diri kita dari sikap
munafik. Karena sekali saja orang mengetahui kita berdusta, akan sangat sulit
sekali untuk mengembalikan kepercayaan dan citra diri kita. Kedua berkaitan
dengan janji. Bertanyalah selalu pada diri sebelum berjanji. Sanggupkah saya
memenuhi janji ini? Siapkah saya menanggung konsekuensi dari janji yang
diucapkan? Kita harus berhati-hati kala berjanji. Manakala sedang berhutang dan
belum sanggup membayar, ungkapkanlah keadaan kita yang sebenarnya dan siap
menaggungung risiko.
Jangan sampai kita berjanji dan
terus berjanji tanpa bisa melunasi. Begitu pula saat kita dilanda asmara. Biasanya, orang
yang sedang dilanda asmara
sering mengobral janji. Sahabat, walaupun diungkapkan dengan nada bergurau,
janji tetaplah janji. Kita harus berusaha menepatinya walaupun kita harus
mengorbankan banyak hal. Teladanilah Rasulullah SAW. Beliau pernah menunggu
orang hingga tiga hari lamanya hanya untuk menepati sebuah janji. Ciri orang
munafik yang ketiga adalah khianat tatkala diberi amanat.
Amanat di sini cakupannya sangat
luas. Anak adalah amanat bagi orang tua. Istri adalah amanat bagi suami. Begitu
pula dengan ilmu, kekayaan, maupun jabatan dan kekuasaan. Semuanya adalah
amanat yang harus dijaga dan ditunaikan dengan baik. Suatu kali seseorang
pernah menasihati saya, "Aa, jangan sampai tergiur oleh kekuasaan, karena
kekuasaan itu manis sekali rasanya tapi menghancurkan. Kalau orang sudah duduk
dalam singgasana kekuasaan, ia akan 'susah' turun karena empuknya kursi
kekuasaan itu. Bagaimana tidak, ia dilayani dan dihormati secara duniawi.
Karena itu, tidak semua orang bisa keluar dari lingkaran kekuasaan".
Kekuasaan yang tidak terkendali
biasanya akan berujung pada terbukanya aib diri. Betapa banyak orang yang
sebelum berkuasa namanya dikenal baik, tapi setelah berkuasa ia dikutuk banyak
orang karena tidak amanat. Saudaraku, hati-hatilah dengan yang namanya amanat
kekuasaan. Kekuasaan bukanlah sesuatu yang buruk. Yang buruk adalah tipu daya
kekuasaan yang akan membuat orang terlena dan menjadi tidak amanat. Inilah yang
membuat orang mengutuk dan mencaci seorang penguasa. Walaupun demikian, banyak
orang yang derajatnya semakin baik setelah ia berkuasa.
Lihatlah bagaimana para khalifah
pengganti Rasulullah SAW dan juga Umar bin Abdul Aziz. Walau mereka berkuasa
hanya sebentar, tapi namanya tetap harum hingga sekarang. Apa kuncinya? Mereka
mengemban kekuasaan dengan sikap amanat. Sayangnya, sekarang timbul
kecenderungan semakin lama seseorang berkuasa, maka ia akan semakin dikutuk dan
dibenci. Karena itu, bila kita mendapatkan sebuah jabatan dalam level apapun
kita jangan berbangga hati dulu, karena jabatan bisa menghinakan. Kita layak
berbangga bahkan sujud syukur tatkala kita mampu menjalankan kekuasaan dengan
amanat. Wallahu a'lam bish-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar