Anak harus diarahkan agar ia mampu
mencurahkan segala potensi yang dimilikinya untuk memberi manfaat bagi
orang-orang di sekitarnya. Anak adalah karunia Allah yang "harganya"
tidak dapat dinilai dengan uang. Demikian berharganya, orangtua dituntut untuk
serius dalam membimbing dan mendidik mereka. Dan, mendidik anak tidak sekadar
menjadikan mereka cerdas, kreatif, terampil, atau sehat secara fisik. Yang tak
kalah penting adalah bagaimana menjadikan dia manusia berakhlak mulia.
Setidaknya, ada tiga akhlak mulia
yang harus diajarkan pada anak, yang terangkum dalam rumus 3A. Yaitu: Aku Aman
Bagimu, Aku Menyenangkan Bagimu, dan Aku Bermanfaat Bagimu. Pertama,
Aku Aman Bagimu. Anak harus dilatih agar tidak merugikan orang lain.
Sehebat apapun seorang anak, kalau kehadirannya selalu merugikan orang lain,
maka kehebatan tersebut tidak ada artinya. Rasulullah SAW bersabda,
"Seorang Muslim yang baik adalah yang orang lain aman dari gangguan lisan
dan tangannya".
Karena itu, penyakit hati yang
terangkum ke dalam kata TENGIL (Takabur, Egois, Norak, Galak, Iri Dengki,
Licik), harus benar-benar dijauhi. Kalau anak sudah terkena penyakit TENGIL,
maka ia berpotensi menjadi manusia "berbahaya". Untuk menerapkan
prinsip Aku Aman Bagimu, orangtua harus memulainya dengan menjadikan
dirinya aman bagi anak-anak. Ciri berhasilnya orangtua menerapkan A yang pertama
ini adalah saat anak mau curhat. Kalau anak tertutup atau tidak mau curhat,
maka ada masalah dengan orangtuanya. Hal ini berpotensi melahirkan komunikasi
yang tidak sehat di keluarga.
Setelah itu, pendidikan bisa
dilanjutkan ke tahap kedua, yaitu Aku Menyenangkan Bagimu. Anak harus
dilatih agar keberadaannya menyebabkan orang-orang di sekitarnya merasa tenang
dengan nyaman. Rumus yang bisa diterapkan dengan tahap kedua ini adalah 5 S
(Senyum, Salam, Sapa, Sopan, dan Santun). Bimbing anak-anak kita menjadi orang
yang murah senyum, royal memberi salam, gemar menyapa, sopan dan santun dalam
bergaul.
A yang ketiga adalah Aku
Bermanfaat Bagimu. Anak harus diarahkan agar di mana ia ada, maka
orang-orang di sekitarnya merasakan manfaat keberadaannya. Jadi, anak harus
diarahkan agar ia mampu mencurahkan segala potensi yang dimilikinya untuk
memberi manfaat bagi orang lain. Usahakan agar anak selalu berpikir bagaimana
ia mampu memberi manfaat dan memberi manfaat. Kalau ia pintar, maka ia bisa
memintarkan teman-temannya. Kalau ia kaya, maka kekayaannya tersebut bisa
menjadi sarana membantu orang yang kesusahan.
Nah, kalau pikiran seseorang sudah
diisi dengan keinginan untuk memberi manfaat bagi orang lain, maka ia sudah
sukses menapaki tahap ketiga dalam pendidikan. Tidak mudah memang untuk sampai
pada tingkatan seperti ini. Setidaknya ada lima tahapan yang harus dilalui.
Tahap pertama adalah senang memperhatikan orang lain. "Ma, kasian ya anak
itu...". Bila anak sudah senang memperhatikan orang lain, maka tanda-tanda
kesuksesan sudah tampak di depannya. Tahap kedua adalah senang menghargai orang
lain. Sedikit apapun kebaikan yang diberikan orang, si anak harus diajarkan
untuk mengucapkan berterima kasih. Tahap ketiga adalah senang memberi, tidak
pelit, dan gemar berbagi dengan teman-temannya. Tahap keempat adalah senang
memberdayakan orang lain. Dan tahap kelima adalah adalah senang menyukseskan
orang lain. Ibaratnya, tahap ketiga baru sebatas memberi ikan, tahap keempat
(memberdayakan) adalah melatih agar terampil mencari ikan. Dan, pada tahap
kelima (menyukseskan) berupaya menjadikan ia pengusaha ikan. Inilah puncak
kemandirian.
Namun, saya jarang berpikir tentang
kelakukan anak. Yang pertama kali dipikirkan adalah kelakukan ibu bapaknya.
Karena itu, mendidik anak harus diawali dengan mendidik diri. Prinsip 3A sangat
sulit sulit dilakukan anak kalau orangtuanya TENGIL. Jadi, karunia Allah untuk
mendidik anak harus dimulai dengan mendidik diri. Wallahu a'lam bish-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar