Orang yang otoriter memandang
dirinya lebih dari orang lain dan selalu melihat sesuatu dari sisi kejelekannya
saja. Otoriter. Sebuah istilah yang menimbulkan kesan tidak enak bila kita
mendengarnya. Sama tidak enaknya dengan mendengar kata 'egois' atau 'menang
sendiri'. Terlebih jika kita melihat langsung orang yang memiliki sifat
tersebut.
Tapi sayang, agaknya kita jarang
menyisihkan waktu untuk bertanya secara jujur pada diri kita sendiri, adakah
sifat-sifat itu melekat pada diri kita? Salah satu yang berbahaya di antara
penyakit hati adalah sifat egois, tidak mau kalah, ingin menang sendiri, ingin
selalu merasa benar, atau sifat selalu merasa dirinya tidak berpeluang untuk
berbuat salah. Sifat seperti ini biasanya banyak menghinggapi orang-orang yang
diamanahi kedudukan, seperti para pemimpin dalam skala apapun.
Sifat-sifat tersebut tak jarang
memunculkan sikap otoriter, bahkan jika dibiarkan akan berubah menjadi diktator
sebutan yang dinisbahkan pada Adolf Hitler, Benito Musolini, Fidel Castro, atau
Saddam Husein. Orang-orang yang dicap otoriter, biasanya menginginkan semua
berada dalam kekuasaannya, harus tunduk dan patuh kepadanya, dan ujungnya
adalah kejatuhan dan kehinaan. Orang-orang otoriter tak jarang memiliki versi
tersendiri dalam menilai sebuah kejadian. Dia selalu memandang dirinya lebih
dari orang lain dan selalu melihat sesuatu dari sisi kekurangannya dan
kejelekannya saja. Akibatnya, sebaik apa pun yang dilakukan orang lain akan
mendapatkan cacian darinya.
Sebuah penelitian menyebutkan bahwa
para korban narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA) adalah
mereka yang tumbuh besar dari kalangan orang tua otoriter, keras, mau menang
sendiri, tidak komunikatif, dan tidak ada dialog antar anggota keluarga. Tak
mengherankan bila si anak menjadi seorang yang apatis, acuh, dan akhirnya jatuh
pada perangkap NAPZA, na'uzubillah. Begitu pun dengan anak yang terlalu
dikekang oleh orang tuanya. Dia sangat berisiko untuk menjadi pecandu narkoba.
Contoh kasus, seorang anak selalu bentrok dengan ibunya, karena si ibu
menginginkannya taat 100 persen tanpa reserve. Terlebih bila disertai dengan
penilaian yang selalu negatif. Sang ibu selalu mengungkapkan sisi-sisi salahnya
saja dari diri si anak.
Sehingga muncullah ungkapan,
"Sedikit-sedikit salah, sedikit-sedikit salah!" Saking kesalnya, si
anak pun berkata: "Kalau saya ini salah terus, lalu kapan benarnya saya
sebagai manusia ini? Mengapa semua yang saya lakukan selalu disalahkan?
Idealnya, orang tualah yang mesti lebih dahulu mengetahui dan paham ketimbang
si anak. Tetapi, karena ketidaktahuan dan kurangnya ilmu, tanpa disadari si ibu
telah menggiring dan menjerumuskan anaknya ke dunia NAPZA. Begitulah, gaya mendidik yang
otoriter, kaku, dan kurang komunikatif akan menghasilkan anak-anak dalam
kondisi tertekan, tidak aman, yang berujung dengan larinya sang anak dari
kenyataan sebenarnya.
Begitu pula di kantor atau
perusahaan-perusahaan yang memiliki pimpinan otoriter. Para
karyawan dapat dipastikan bekerja dalam kondisi tertekan. Bos yang otoriter
hanya akan melihat kesalahan-kesalahan karyawannya saja. Mengapa begini? Ini
salah! Itu Salah! Jarang memuji, menghargai, dan jarang menyapa dengan baik.
Bahkan, saking sangat jarangnya tersenyum, wajahnya tampak menyeramkan dan
angker. Akhirnya disiplin karyawan menjadi disiplin takut atau disiplin
terpaksa. Mereka akan kelihatan taat, namun hatinya tertekan, sakit hati, dan
bahkan benci pada pimpinan otoriter ini. Di antara ciri perusahaan yang
memiliki pemimpin otoriter adalah cepatnya perputaran keluar masuknya karyawan.
Seluruh karyawan dari tingkat
tertinggi hingga terendah berkeinginan keluar. Jika ada yang bertahan, bukan
karena senang bekerja di sana,
melainkan semata-mata pertimbangan penghasilan. Pemimpin otoriter biasanya
sangat mudah marah dan itu bisa dilakukan di sembarang tempat. Bila bertemu
orang yang dimarahi, dia akan meluapkan kemarahannya. Padahal kemarahan seperti
itu justru akan mempermalukan dirinya sendiri. Sebab, orang lain yang
melihatnya akan memberikan penilaian negatif. Karena itu, siapa pun yang
memiliki sikap otoriter, ia harus siap menjadi orang yang tidak disukai dan
dibenci banyak orang. Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar