Kelak di kemudian hari, kita bisa
menjadi seorang Muslim berpredikat khairu ummah. Semua ini dapat
terwujud andai kita mau menghayati dan mengaplikasikan nilai-nilai shalat dalam
kehidupan sehari-hari. Shalat lima
waktu ternyata tidak hanya menjadi ukuran kadar keimanan seseorang, tapi juga
menjadi ukuran seberapa besar seorang Muslim mampu mendisiplinkan diri. Jarak
waktu shalat fardhu yang telah Allah atur sedemikian rupa adalah salah satu
ukuran, dan tentu di baliknya tersimpan hikmah besar.
Ketika suara adzan berkumandang,
apakah kita akan segera menghentikan aktivitas karena ingin shalat awal waktu,
ataukah lebih memilih menyelesaikan pekerjaan karena merasa tanggung? Apakah
kita akan bergegas pergi ke masjid karena ingin shalat berjamaah ataukah shalat
munfarid (sendirian) saja pada waktu yang kita pilih? Bila memilih
shalat berjamaah, apakah kita lebih suka menyempurnakan shaf yang rapat, lurus,
rapi, ataukah kita meremehkan keutamaan shaf? Apapun pilihannya, semua
menunjukkan kadar iman dan disiplin diri kita.
Disiplin. Inilah salah satu hikmah
terpenting yang terkandung dalam shalat. Seorang Muslim akan menjadi manusia
unggul bila shalatnya bermutu tinggi. Seorang Muslim yang shalatnya
berkualitas, niscaya akan mampu menangkap hikmah yang amat mengesankan, yaitu
hidup tertib, selalu rapi, bersih, dan disiplin. Inilah jalan menuju pribadi
berkualitas yang akan menuai kemenangan dunia akhirat.
Orang yang memiliki kesanggupan
untuk mendisiplinkan diri akan mampu menertibkan segala sesuatu di
sekelilingnya. Caranya, dengan menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Ia
tidak perlu lagi kehilangan banyak waktu secara percuma karena lupa letak suatu
barang yang diperlukan. Pembagian waktu yang adil akan bermanfaat bagi
peningkatan kualitas diri. Kebiasaan hidup tertib dan disiplin pun akan
menghemat waktu dari kemungkinan sia-sia.
Yang tak kalah penting dalam
mengefektifkan waktu adalah selalu membuat target dan sasaran yang jelas.
Lihatlah, orang-orang yang tahu bahwa kereta akan berangkat pukul 08.00 pagi
pasti akan mempersiapkan diri agar tidak terlambat. Persiapan akan jauh lebih
awal, perhitungan jauh lebih cermat, karena bila tertinggal kereta maka akan
muncul kesulitan. Dengan membiasakan diri untuk membuat target dan sasaran yang
jelas, kemampuan kita berhitung dan berbuat akan jauh lebih baik dibandingkan
dengan orang-orang yang tidak terbiasa memiliki target dan sasaran yang jelas.
Hikmah lain yang tercermin dari
shalat yang bermutu adalah sistem. Lingkungan shalat akan melahirkan sebuah
sistem unggul. Masjid adalah tempat yang dimuliakan Allah. Orang-orang yang
memasuki mesjid hanyalah mereka yang mengerti arti hidup dan ingin selalu
mengejar kedekatan jarak dengan Allah dan karunia-Nya.
Orang-orang yang hendak mendirikan
shalat selalu dalam keadaan suci, baik secara lahir maupun secara batin, berkat
siraman air wudhu. Saat shalat berjamaah dimulai, imam tampil ke depan dan
menginstruksikan para makmum menyempurnakan shafnya. Para
makmum pun taat tanpa membantah. Mereka dengan segera akan meluruskan,
merapatkan, dan merapikan shafnya. Demikian pula ketika shalat sedang
berlangsung, semua taat dan disiplin mengikuti gerakan imam sesuai dengan yang
telah disyariatkan.
Mengambil hikmah dari sistem
shalat, maka teman bergaul, tata tertib, serta lingkungan yang kita masuki,
akan sangat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Kita ibaratkan dengan dua
ekor kupu-kupu. Yang satu masuk ke dalam mobil dan mobil pun melesat maju,
sedangkan yang lainnya tidak ikut masuk ke dalam mobil, tetapi terbang dengan
menggunakan sayapnya. Ukur saja dalam waktu lima menit, pasti akan tampak beda kecepatan
maupun jarak yang ditempuhnya. Kupu-kupu yang terbawa mobil
"terbangnya" akan lebih jauh dibanding kupu-kupu yang hanya terbang
mengunakan sayapnya.
Tamsil ini mengandung arti bahwa
kesanggupan kita dalam memilih lingkungan akan mempengaruhi prestasi dan
kemampuan kita. Barang siapa ingin memiliki kecepatan yang baik di dalam memacu
diri untuk berprestasi, maka ia harus mencari sistem, lingkungan, dan
teman-teman bermutu; yang memiliki percepatan lebih baik dalam berprestasi,
memiliki standar prilaku yang lebih baik, dan memiliki ilmu lebih luas. Apabila
kita berhasil mendapatkan lingkungan seperti ini, insya Allah pribadi kita akan
terkatrol, percepatan kita akan terus terpacu, dan prilaku kita akan semakin
bermutu.
Banyak contoh sistem di masyarakat
yang mampu mewarnai orang-orang yang masuk ke dalamnya. Para
remaja yang masuk Akabri misalnya, selama tiga setengah tahun digodok,
digembleng, dan ditempa di dalamnya, akan menunjukkan perubahan sikap yang luar
biasa. Asalnya sama-sama tamatan SMA, namun karena sistem di dalamnya membuat
mereka mau tidak mau harus melaksanakannya. Pagi, siang, dan malam mereka dilatih
dan digembleng, harus mengerjakan berbagai aturan dan perintah yang sangat
ketat, harus berdisiplin tinggi, harus memiliki ketaatan dan loyalitas yang
tinggi kepada komandan, dan sebagainya.
Hasilnya pun akan segera tampak:
kekuatan fisik maupun cara hidup kesehariannya jauh lebih baik, dan dalam
beberapa aspek keilmuan pun jauh lebih cepat kemampuannya dibandingkan dengan
mereka yang tidak pernah masuk ke dalam sistem tersebut. Sistem merupakan salah
satu kunci yang akan meningkatkan kualitas diri kita. Di dalam Alquran
disebutkan bahwa Allah SWT menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya
dalam barisan yang teratur (QS. Ash-Shaff: 4).
Perang bagi kita adalah
bertempur melawan diri sendiri, menerjang kemalasan, melumpuhkan
ketidakmampuan, mengusir cara hidup yang tidak produktif dan tidak efektif,
serta menundukkan hawa nafsu yang akan menggelincirkan kita ke jurang kehinaan.
Kelak di kemudian hari, insya Allah kita bisa menjadi seorang Muslim
berpredikat khairu ummah. Semua ini dapat terwujud andai kita mau
menghayati dan mengaplikasikan nilai-nilai shalat dalam kehidupan sehari-hari. Wallahu
a'lam bish-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar