|
Salah satu bentuk paradok yang kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari
adalah kenyataan di mana menjalani hidup sederhana (mudah) justru yang paling
sulit (The simplest is the most difficult). Padahal kenyataan juga
menunjukkan bahwa biasanya konsep yang sederhana lah justru yang
bekerja dengan efektif. Konsep yang ruwet, acak-acakan, njelimet justru
seringkali bernasib mandul dan menelan banyak biaya. Kita bisa buktikan
jumlah waktu dan biaya pulsa telephone yang kita gunakan untuk hal yang jelas
dan hal yang tidak jelas. Bisa-bisa berlaku formula Paretto (20:80). Dua
puluh persen untuk hal yang jelas dan delapan puluh persen untuk hal yang
tidak karuan. Mengapa hal demikian ini bisa terjadi?
|
|
|
Hambatan
|
|
|
Mudah sekali kita terjebak dalam pola hidup yang tidak sederhana. Banyak
alasan yang menjadi penyebabnya. Pertama adalah persepsi lingkungan di
mana kesederhanaan berpikir, bersikap, dan dan bertindak dianggap sebagai
kelemahan. Bentuk kelemahan yang mewakili persepsi demikian adalah
terlalu sembrono, menyepelekan atau miskin. Padahal seperti pepatah leluhur bilang,
sederhana bukan berarti miskin tetapi tepat sesuai kebutuhan. Sederhana
berpikir dan bersikap juga berbeda dengan sembrono. Berpikir dan
bersikap sederhana lahir dari kematangan dan kedalaman pengetahuan / pemahaman seseorang tentang diri dan wilayahnya sehingga lebih tepat dikatakan sebagai keunggulan. Sementara sembrono lahir dari kedangkalan yang berarti kelemahan.
Alasan
kedua adalah kualitas-diri. Kualitas diri yang rendah bisa jadi merupakan hambatan utama bagi
kesederhanaan. Sebagian di antaranya dapat kita uraikan
sebagai berikut: |
|
|
1.
|
Kecenderungan Liar
|
|
|
Sulit
memiliki pola hidup sederhana kalau kita tidak mampu menjinakkan
kecenderungan yang ingin memperluas wilayah secara liar atau dengan kata lain
terlalu serakah untuk menekuni banyak hal sekaligus sementara satu hal belum
lagi tuntas. Justru yang lebih banyak kita butuhkan adalah mendalami wilayah.
Kita perlu belajar dari kehidupan orang sukses yang rata-rata memulai sesuatu
dari satu hal tertentu, baru meluas ke wilayah atau hal berikutnya. Bahkan
ada isyarat bahwa perluasan wilayah itu hanya side - effect dari
kedalamannya. Contoh: dari sukses di bisnis kemudian di tarik ke politik,
sosial, dll.
|
|
2.
|
Ketidakpuasan
|
|
|
Kecenderungan
liar di atas tidak bisa dipisahkan dari unsur ketidakpuasan di dalam diri
sang. Seperti yang pernah di tulis oleh Swenson (Creating "White
Space in your life, Kathy Paauw: 2002), bahwa ketidakpuasan merupakan
penyebab yang menghalangi orang untuk hidup sederhana. Ketidakpuasan di sini
diartikan kehilangan margin - space yang kosong untuk membedakan
space hidup yang lain. Ketidakpuasan identik dengan ketidakmampuan
menciptakan rasa bahagia di dalam. Padahal kebahagian adalah kunci.
|
|
3.
|
Rendah Diri
|
|
|
Kemungkinan
yang paling dekat mengapa orang tidak merasa bahagia dengan dirinya adalah
karena adanya rasa rendah diri (Inferioritas). Orang yang punya merasa
rendah diri akan mudah terjebak dalam pola hidup yang tidak sederhana dengan
cara menipu diri -self deception (Hamacheck: 1987). Praktek hidup yang mudah
dikenali dari orang-orang yang rendah diri adalah: a) mengurangi tanggung
jawab (taking credit) atau minimalistis, b) terlalu mementingkan diri
sendiri (self ego) karena rasa takut, c) beranggapan bahwa orang
lainlah yang harus berubah, d) menolak tanggung jawab hidup untuk mengubah
diri menjadi lebih baik.
|
|
Karakteristik
|
|
|
Pertanyaan berikutnya adalah apa yang harus dimiliki oleh seseorang untuk
bisa memiliki pola hidup sederhana. Beberapa esensi yang menjadi ciri khas
pola hidup sederhana dapat digambarkan sebagai berikut:
|
|
|
1.
|
Keputusan
|
|
|
Esensi
ini dapat membedakan antara sederhana, sembrono, terlalu berhati-hati atau
bentuk pola pikir, sikap, dan perilaku yang berlebihan lainnya. Kesederhanaan
adalah kemampuan menentukan keputusan hidup berdasarkan pada fakta optimal
yang nyata dan efektif. Keputusan hidup yang lebih banyak
didasarkan pada muatan perasaan pribadi atau ikut-ikutan seringkali tidak
sederhana, irrational dan dibumbui muatan 'mestinya'. Padahal
keputusan harus menjadi solusi pada persoalan yang bermuataan 'kenyataannya'.
Keputusan
yang lahir dari kedangkalan pengetahuan dan pemahaman fakta optimal
seringkali bukanlah ketukan palu pengadilan solusi melainkan awal dari suatu
masalah. Dan sudah menjadi titah alam, persoalan apapun akan menjadi
sederhana apabila diterima oleh orang yang berada dalam kapasitas mengambil
keputusan. Sederhana di sini berarti jelas antara YA & TIDAK. Orang yang
tidak jelas keputusannya (ketidaksederhanaan) akan rentan terhadap
berbagai kafatikan, frustasi yang bisa
merembet pada stress, konflik dan lain-lain (Bradford dalam Living simply
in complex world: 1998 )
|
|
2.
|
Kekokohan
|
|
|
Esensi kedua adalah kekokohan pondasi personal yang berisi kejelasan (clear-cut)
tujuan & fokus. Seseorang baru bisa berpikir, berbuat dan bersikap
sederhana kalau dirinya sudah jelas melihat wilayah di mana ia berdiri.
Dengan usia dunia yang makin tua ini dipastikan semakin banyak
distraksi dan godaan yang membuat kita mudah mengatakan YA atau pun TIDAk di
luar konteks wilayah hidup kita yang sebenarnya. Pondasi inilah yang menjadi
sekat personal (Lihat artikel: Membuat Sekat Pembatas). Banyak persoalan kemanusiaan timbul dari sekat
personal yang hilang. Mestinya sekat kita dengan orang lain adalah
saling membantu tetapi ketika kita langgar dengan tindakan intervensi,
misalnya saja, maka hilanglah kesederhanaan itu.
|
|
3.
|
Kemanunggalan
|
|
|
Berdasarkan The law of natural fixation ( keteraturan alamiyah), dunia
ini satu dan menyatu antara sekian objek yang kelihatannya di tingkat
permukaan terpisah. Kita menyatu dengan dunia di luar kita. Kita akan
dapat menjalani hidup dengan kesederhanaan kalau kita sudah dapat menyatukan
sekat yang terpisah dalam bentuk pemahaman dan pemaknaan. Pemimpin
perusahan akan sederhana ketika seluruh urusan usaha yang kelihatannya
terpisah berakhir di meja kerjanya yang satu. Sebaliknya akan tidak sederhana
apabila laporan tentang keadaan di lapangan yang terpisah tidak menyatu di mejanya.
|
|
Beberapa Kiat
|
|
|
Ada banyak cara untuk memulai hidup sederhana. Salah satu yang bisa kita
lakukan adalah 'tip guideline' yang dikemukakan oleh Julie Jordan
Scott ( 2000) sebagai berikut:
|
|
|
1.
|
Merumuskan Tujuan Hidup dan Cara Mencapainya
|
|
|
Kita
bisa membuat rumusan hidup dengan formula sederhana, yaitu Formula SMART:
|
|
|
·
Jelas (spesific),
·
Terukur, punya padanan fisik (measurable),
·
Bisa dicapai (attainable),
·
Relevan (relevant)
·
Ada tahapan waktu (time-based)
|
|
2.
|
Mengidentifikasi dan Menyeleksi
|
|
|
Untuk
bis ahidup sderhana maka diperlukan kemampuan dalam mengidentifikasi dan
menyeleksi bentuk distraksi, toleransi, dan dukungan yang menyangkut
obyek berikut:
|
|
|
·
Barang. Survey
menunjukkan bahwa perusahaan membuang banyak biaya pada peralatan
teknologi yang mestinya belum perlu sehingga hilanglah dimensi kesederhanaan
hidup di dalamnya (Progressive Leadership: 2002).
·
Keadaan. Tidak
semua keadaan membutuhkan response dari kita. Ada yang perlu dilupakan dan
diselesaikan.
·
Cara. Tidak
semua pekerjaan harus ditangani sendiri tetapi tidak semua bisa
didelegasikan. Ada kalanya - seperti digariskan teori manajemen - to
spend money in order to save time atau to spend time in order to save money.
·
Masa Lalu. Dari sekian lembar masa lalu, ada yang masih bisa kita
gunakan landasan merumuskan masa depan dan juga ada yang sama sekali
tidak berguna.
|
|
Solusi
yang ditawarkan Julie di atas dapat kita lengkapi dengan menaati saran
para ahli lain yaitu menulis rumusan tujuan hidup, hasil identifikasi
dan seleksi di atas kertas putih (agenda harian). Memang ada benarnya, justru
menulis sesuatu yang kelihatannya nyata, mudah, dan dekat dengan diri kita
itulah yang terkadang dirasakan sulit. Oleh karena itu tetap dibutuhkan
pembelajaran-diri. Mudah-mudahan bisa direnungkan.
|
Jumat, 08 Februari 2013
Sederhana Itu Sulit
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar